Dia Hanya Mengingatku

Hari Ketiga Belas Telah Tiba 



Hari Ketiga Belas Telah Tiba 

0Fu Nanli tidak berani berhenti, dia tidak berani menghentikan langkahnya, dan tidak berhenti memikirkan Wen Qiao. Dia berharap waktu bisa berhenti.     

Di pagi hari di penghujung April, petugas kebersihan melewatinya, petugas itu menatap dengan rasa curiga dan mengawasi pria jangkung yang turun dari mobil mewah itu, pria itu berjalan sempoyongan masuk ke dalam sebuah gang sambil bergumam tidak jelas.     

Pak Hu buru-buru mengikuti Fu Nanli. Di depan Fu Nanli ada kotak kecil kosong dan tong sampah yang berantakan dan sebuah tiang bambu di dekatnya. Fu Nanli berjalan mendekat, dia menyingkirkan batang bambu itu dan mencari sosok Wen Qiao di setiap sudut yang dia lewati.     

Timbul rasa kekecewaan dalam hatinya.     

Tidak ada, gadis itu tidak ada di mana-mana.     

Wen Qiao bersembunyi dengan sangat baik, gadis itu melarikan diri dari dunianya, dan hanya mengembalikan uang serta rumah kepadanya.     

Hati Fu Nanli sungguh terpukul. Kenapa gadis itu pergi begitu saja tanpa bertanya kepadanya terlebih dahulu?     

Bagaimana gadis itu bisa memiliki pikiran bahwa dia sudah tidak menginginkannya lagi?     

Bagaimana mungkin dia tidak menginginkannya?     

Fu Nanli kembali ke tempat semula, hatinya kecewa karena sepanjang malam berlalu, dia masih belum dapat menemukan gadis itu, dia sangat putus asa hingga tidak tahu harus berbuat apa lagi. Selama 29 tahun dia hidup, dia belum pernah merasa putus asa seperti ini, bahkan ketika ayahnya meninggal, dia tidak pernah begitu putus asa seperti sekarang ini.     

Dia tidak bergeming, angin meniup dedaunan dan jatuh ke kakinya, tubuhnya terlihat begitu kesepian dan putus asa, Pak Hu berjalan ke arahnya selangkah demi selangkah, dan berkata dengan hati-hati, "Tuan Muda, dia tidak ada di sini, masuklah ke dalam mobil."     

Mata Fu Nanli memerah, dan tampak kelelahan. Ketika hendak berbalik, dia tersandung. Pak Hu menolongnya sambil berkata, "Tuan muda, hati-hati."     

Langit semakin lama semakin terang, tetapi dia semakin merasa putus asa, suaranya terdengar serak, "Sebenarnya ke mana Wen Qiao pergi? Kenapa dia seenaknya melarikan diri seperti ini?"     

"Jangan khawatir, Tuan Muda, Anda pasti bisa menemukannya."     

Tak ada yang mengerti alasan di balik kekhawatirannya, kecuali Zhou Jin.     

Dia kembali ke mobil, mobil masih tetap melaju menjauhi kota, Pak Hu menoleh untuk bertanya, "Tuan Muda, jika kita pergi lebih jauh, kita akan memasuki luar kota, dan kita akan pergi ke arah pantai, apakah kita tetap akan ke sana?"     

"Iya, terus saja."     

Dia tidak mau melewatkan satu lokasi pun.     

Haicheng dekat dengan laut, matahari sudah terbit dari timur dan perlahan naik dari permukaan laut, banyak kapal pesiar sedang parkir di dermaga, dan ada perahu nelayan yang melaut di kejauhan. Fu Nanli berjalan kaki mencari Wen Qiao.     

Bagaimana bisa menemukannya?     

Apakah Wen Qiao masih di Haicheng? Bagaimana cara dia meninggalkan Haicheng? Kalau dia sudah tidak di Haicheng, ke mana dia pergi? Pikirnya,      

Ketika fajar menyingsing, dia kembali ke apartemennya. Ruangan itu penuh dengan orang-orang yang menunggunya. Matanya merah dan keadaannya sangat kacau.     

Fu Chuan bertanya, "Apa?"     

"Temukan seorang peramal untuk mengetahui keberadaan Wen Qiao."     

Apa lagi yang akan dilakukan oleh Fu Nanli?     

Fu Nanli sudah mengerahkan ratusan orang untuk menemukan Wen Qiao, tetapi Gadis itu pintar bersembunyi, hingga tidak bisa dilacak keberadaannya.     

Fu Chuan tahu bahwa Nanli sedang linglung, jadi dia hanya mengiyakan apa yang dikatakan oleh Fu Nanli.     

Putra dari keluarga terpandang, seorang siswa pintar dari Universitas terkemuka di dunia, ternyata masih percaya dengan ramalan, dan menunjuk seorang biksu tua dari biara yang konon katanya bisa meramal.     

Zhou Jin menggelengkan kepalanya, sudah zaman apa ini? Fu Nanli masih saja mau mempercayainya     

Dia pasti sudah gila.     

Biksu tua itu membawa seperangkat alat, Zhou Jin melihatnya mengatur tempurung kura-kura dan kertas ramalan di ruang tamu, Fu Nanli berpikir itu tidak masuk akal, dan dia hanya bisa menonton biksu tua peramal itu.     

Siapa yang menyangka bahwa mahasiswa unggulan lulusan dari Universitas Teknologi Massachusetts, dan dari Universitas Medis Harvard sert Universitas Bisnis Stanford ini menjadi putus asa, dan pada akhirnya dia hanya bisa mengandalkan seorang biksu tua.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.